Khotbah pada Minggu 1 Adven disampaikan di GKI Halimun Jakarta, Minggu, 3 Desember 2023 dari bacaan Alkitab: Yesaya 64:1-9; Mazmur 80:1-7, 17-19; 1 Korintus 1:3-9; Markus 13:24-37 Adven atau lengkapnya Adventus adalah bahasa latin. Artinya kedatangan. Kita merayakan adven, kedatangan. Kedatangan Tuhan Yesus kembali pada akhir zaman. Nanti akan tiba saatnya, Tuhan Yesus akan memeriksa keseriusan hidup kita yang sudah diselamatkan dari cengkeraman kuasa dosa. Tuhan Yesus akan memimpin dunia ini dengan menghadirkan Langit yang baru dan Bumi yang baru . Yerusalem baru . Dunia di mana kuasa-kuasa dunia yang jahat, yang dilambangkan seperti benda-benda langit akan kalah dengan kuasa kebaikan Kristus. Maka pesan penting dari minggu-minggu adven adalah, kalau diungkapkan dengan pertanyaan untuk diri sendiri:“ "Apakah aku serius dengan imanku?”" Apakah aku serius ikut Tuhan Yesus?” “Apakah hidupku mau dibuat menjadi baru karena kuasa Roh Kudus sesuai kehendak kas...
Amos 8:4-7; Mazmur 113; I Timotius 2:1-7; Lukas 16:1-13
Ketidakadilan dan ketidakjujuran adalah buah dari nafsu jahat sesorang untuk mencari untung diri sendiri. Baginya orang lain semata-mata target eksploitasi. Lain halnya kalau orang menjalankan bisnis atau pekerjaan lainnya dengan jujur dan adil. Orang ini memiliki "mental berkelimpahan" yaitu bahwa segala sesuatu "selalu ada cukup untuk semua orang yang berusaha". Bisnis dan pekerjaan tidak melulu dilihat dalam rangka kompetisi untuk mendatangkan profit belaka, tetapi kompetisi untuk menghasilkan produk dan jasa yang berguna, bermanfaat, menghasilkan seminim mungkin keburukkan dan tentu saja dalam kerangka kekinian zaman harus ramah terhadap lingkungan. Amos, seorang nabi Allah yang memiliki pandangan sosialis humanis, merefleksikan betapa Sang Khalik mendorong umat untuk melakukan bisnisnya dengan jujur dan adil (Am 8:5-7). Kepedulian kepada yang lemah merupakan tindakan iman yang menunjukkan takut dan hormat kepada Allah.
Ketidakadilan dan ketidakjujuran adalah buah dari nafsu jahat sesorang untuk mencari untung diri sendiri. Baginya orang lain semata-mata target eksploitasi. Lain halnya kalau orang menjalankan bisnis atau pekerjaan lainnya dengan jujur dan adil. Orang ini memiliki "mental berkelimpahan" yaitu bahwa segala sesuatu "selalu ada cukup untuk semua orang yang berusaha". Bisnis dan pekerjaan tidak melulu dilihat dalam rangka kompetisi untuk mendatangkan profit belaka, tetapi kompetisi untuk menghasilkan produk dan jasa yang berguna, bermanfaat, menghasilkan seminim mungkin keburukkan dan tentu saja dalam kerangka kekinian zaman harus ramah terhadap lingkungan. Amos, seorang nabi Allah yang memiliki pandangan sosialis humanis, merefleksikan betapa Sang Khalik mendorong umat untuk melakukan bisnisnya dengan jujur dan adil (Am 8:5-7). Kepedulian kepada yang lemah merupakan tindakan iman yang menunjukkan takut dan hormat kepada Allah.
Mamon adalah dewa kekayaan. Yesus mengingatkan bahwa kasih kepada Allah tidak boleh disamakan dengan dengan kecintaan pada kekayaan. Kasih kepada Allah harus yang terutama dan pertama, sebab pada saat uang dan kekayaan dicintai, orang cenderung akan melakukan kejahatan (1 Tim 6:10). Apakah serta merta uang dan kekayaan dijauhi? Tentu tidak sesederhana itu maksud Yesus. Ia menginginkan seseorang bukan hanya cerdik dan lihai dalam mencari uang atau kekayaan belaka, tetapi juga harus cerdik dan lihai menggunakan dan mengelolanya dengan benar berangkat dari rasa takut dan hormat kepada Allah! Penggunaan uang dan kekayaan turut menentukan seberapa takut orang itu kepada Allah. Uang dan kekayaan itu seperti pisau yang tajam. Dapat membunuh seseorang jika ada di tangan penjahat yang dipenuhi nafsu kejahatan, tetapi menjadi alat penyembuh di tangan seorang ahli bedah yang dipenuhi nurani yang tulus dalam memberikan kebaikan bagi pasiennya. Jadi, jika seseorang jujur dalam mencari uang dan adil dalam menggunakannya demi kebaikan banyak orang, tindakannya menjadi bagian dari tindakan iman dan kecintaan kepada Allah juga (Luk 12:33-34).
Tentu untuk sampai pada tahap itu dibutuhkan kesungguhan hati yang mau berkorban dan bersyukur serta menyadari bahwa segala yang dimiliki berasal dari Allah. Sehingga uang dan kekayaan yang ada tidak serta merta dilihat sebagai kepemilikan pribadi belaka, tetapi menjadi sesuatu yang dipercayakan oleh Allah untuk dikelola dan digunakan demi kebaikan bersama. Bagi orang yang takut dan mengasihi Allah, uang dan kekayaan hanya menjadi perkara yang kecil. Yesus berkata: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” (Luk 16:10). Perkara yang besar tentulah perkara sorgawi. Perkara hati yang mengasihi dan takut kepada Allah. Jika seseorang berhasil mengendalikan uang dan kekayaan yang adalah perkara kecil untuk menjadi alat dan bukan diperalat olehnya, maka orang itu tidak mempertuhankan uang dan kekayaan dan tetap menjadikan Allah sebagai perkara yang besar. Jika sebaliknya? Maka nasihat Yesus ini berlaku untuknya: “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon!” (Luk 16:13).
Komentar
Posting Komentar