Khotbah pada Minggu 1 Adven disampaikan di GKI Halimun Jakarta, Minggu, 3 Desember 2023 dari bacaan Alkitab: Yesaya 64:1-9; Mazmur 80:1-7, 17-19; 1 Korintus 1:3-9; Markus 13:24-37 Adven atau lengkapnya Adventus adalah bahasa latin. Artinya kedatangan. Kita merayakan adven, kedatangan. Kedatangan Tuhan Yesus kembali pada akhir zaman. Nanti akan tiba saatnya, Tuhan Yesus akan memeriksa keseriusan hidup kita yang sudah diselamatkan dari cengkeraman kuasa dosa. Tuhan Yesus akan memimpin dunia ini dengan menghadirkan Langit yang baru dan Bumi yang baru . Yerusalem baru . Dunia di mana kuasa-kuasa dunia yang jahat, yang dilambangkan seperti benda-benda langit akan kalah dengan kuasa kebaikan Kristus. Maka pesan penting dari minggu-minggu adven adalah, kalau diungkapkan dengan pertanyaan untuk diri sendiri:“ "Apakah aku serius dengan imanku?”" Apakah aku serius ikut Tuhan Yesus?” “Apakah hidupku mau dibuat menjadi baru karena kuasa Roh Kudus sesuai kehendak kas...
Setiap orang punya pendirian tentang "cara ia melihat" orang lain. Ini dapat dijumpai dari beragamnya cara orang mengimani apa yang ilahi, beragamnya filosofi hidup, beragamnya cara menghidupi pola budaya tertentu, beragamnya cara ia menghidupi norma-norma etika dalam berperilaku di tengah khalayak.
Menurut David Barrett et al, editor dari the "World Christian Encyclopedia: A comparative survey of churches and religions - AD 30 to 2200," ada 19 agama-agama utama di dunia yang kemudian dibagi lagi menjadi sekitar 270 bagian kelompok-kelompok agama. Bahkan untuk kekristenan sendiri ada sekitar 34,000 kelompok kekristenan di seluruh dunia.
Keberagaman agama dan kelompok-kelompok iman itu mengusung perbedaan sistem kepercayaan dalam hal:
Kalangan liberal/progresif getol dengan pluralisme. Kalangan konservatif getol dengan inklusifisme. Kalangan sangat konservatif getol dengan eksklusifisme. Kalangan fundamentalis getol dengan eksklusifisme ekstrim.
Dalam terang karya Kristus ini, apa yang "eksklusif", "inklusif" dan "pluralis" dikelola secara sehat dan diletakkan dalam konteks yang tepat sehingga berujung pada damai sejahtera bagi banyak kalangan.
Kalau soal mengasihi, Kristus itu amat eksklusif. Bukan berarti kasih-Nya sempit, tetapi bagi Kristus, kasih itu jadi jalan hidup-Nya, bukan sekadar gaya hidup. Dia meng-exclude apa-apa yang menghalanginya untuk memberikan kasih. Ini tentu berbeda dengan kebanyakan orang yang menghidupi eksklusifitas dalam semangat merasa diri benar dan dengan cepat menghakimi orang lain secara subjektif, bahkan berakhir dalam kebencian kepada orang lain karena orang lain itu berbeda.
Kalau dalam lingkup mengasihi, Kristus itu amat inklusif. Sebab bagi-Nya kasih kepada yang ilahi itu harus menjelma dengan seimbang dan kreatif dalam kasih insani. Dia meng-include penerapan kasih kepada sesama sebagai bentuk kasih kepada Allah. Jadi inklusif ala Kristus itu, bukan berakhir dengan tidak memiliki pendirian yang kokoh dan mudah terbawa arus, atau menjadi permisif akan hal-hal yang harusnya tidak diberlakukan, tetapi menyadari dengan utuh bahwa semakin dekat seseorang dengan Tuhan-nya, seharusnya ia semakin mengasihi sesamanya.
Kalau dalam tindakan mengasihi, Kristus itu amat "pluralis". Maksudnya, keberagaman yang ada dan yang dijumpai-Nya menjadi sasaran empuk dalam menunjukkan kasih Bapa yang universal itu. Siapapun yang datang kepada-Nya atau didatangi-Nya, selagi membuka hati dan pikiran untuk memahami dengan utuh karya-Nya, pasti merasakan dampak kasih-Nya yang menembus sekat-sekat.
Oleh sebab itu saya ingin belajar menjadi orang yang "eksklusif", "inklusif" dan "pluralis" sekaligus! Ala Kristus tentunya.
Menurut David Barrett et al, editor dari the "World Christian Encyclopedia: A comparative survey of churches and religions - AD 30 to 2200," ada 19 agama-agama utama di dunia yang kemudian dibagi lagi menjadi sekitar 270 bagian kelompok-kelompok agama. Bahkan untuk kekristenan sendiri ada sekitar 34,000 kelompok kekristenan di seluruh dunia.
Keberagaman agama dan kelompok-kelompok iman itu mengusung perbedaan sistem kepercayaan dalam hal:
- Sifat Allah (jika ada).
- Asal muasal alam semesta, Bumi dan kehidupan di dalamnya.
- Perliaku etis yang diharapkan selagi ia ada di Bumi.
- Tanggungjawab terhadap orang lain, ciptaan lain dan lingkungan hidup.
- Keselamatan -- apakah dibutuhkan, bagaimana diraih; apakah bisa hilang; bagaimana diraih jika hilang.
- Apa yang terjadi setelah orang meninggal, (dalam bentuk hadiah sorgawi atau siksaan kekal di neraka, atau kelahiran kembali).
Berikut beberapa tipe umum sifat seseorang dalam mengimani imannya:
- Ada yang eksklusif ekstrim dan partikular, yang menegaskan bahwa apa yang diimaninya itulah sudah pasti benar karena itu yang lain sudah pasti salah.
- Ada yang eksklusif tidak terlalu ekstrim dengan menegaskan bahwa yang lain itu salah tetapi ada kemungkinan diampuni kalau bertobat dan memilih iman yang diimaninya.
- Ada yang inklusif dengan menegaskan bahwa apa yang diimani orang lain itu baik, tetapi apa yang diimaninya, itulah yang paling baik dan yang benar.
- Ada yang pluralis dengan menegaskan bahwa baik apa yang diimaninya maupun apa yang diimani orang lain sama-sama mengandung kebaikannya tersendiri.
Tentu tipologi di atas adalah penggambaran secara umum saja. Sebab kalau mau ditelusuri dengan seksama, akan muncul varian-varian turunan dan pengembangan dari tipologi-tipologi itu.
Kalangan liberal/progresif getol dengan pluralisme. Kalangan konservatif getol dengan inklusifisme. Kalangan sangat konservatif getol dengan eksklusifisme. Kalangan fundamentalis getol dengan eksklusifisme ekstrim.
Sewaktu memikirkan tentang Yesus Kristus saat melihat Injil-Injil dan bagian-bagian lain dalam Perjanjian Baru, saya tergoda untuk menelisik. Yesus Kristus itu masuk tipologi yang mana? Apakah Ia seorang liberal/progresif? konservatif? sangat konservatif? fundamentalis?
Bagi saya, Yesus Kristus mengusung pembaruan pemberlakuan hukum Taurat dengan cara yang unik dan otentik. Hukum klasik Yudaisme tidak dinafikan-Nya, tetapi dalam keutuhan karya-Nya, hukum itu hadir dalam perpaduan yang indah dan seimbang, sehingga apa yang fundamental tidak berujung pada semangat konservatif sempit, tetapi memunculkan riak-riak pergerakan progresif yang mengajar orang untuk leluasa menyatakan kasih yang tulus menembus batas lahiriah belaka.
Perhatikan cukilan Markus 12:29-31 ini. Pemberlakuan apa yang acap disebut sebagai "hukum kasih" ini oleh Yesus dalam karya penginjilan-Nya, selalu terjadi dengan utuh. Kecintaan-Nya kepada Allah, Bapa-Nya, ditunjukkan dengan tindakan kasih yang konsisten kepada orang-orang yang dijumpai-Nya sehingga perbedaan gender, status sosial, dan budaya bukanlah penghalang bagi-Nya untuk menunjukkan bahwa Allah adalah Raja yang memberikan kehidupan.
"Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Markus 12:29-31)Dalam memberlakukan hukum kasih, Kristus bersifat eksklusif terhadap kuasa-kuasa demonis yang menjahati kemanusiaan dan kewibawaan suci kasih Allah Bapa-Nya yang universal bagi dunia, namun pada sisi lain bersifat inklusif dalam segi pemberlakuan kasih ilahi yang merangkul juga kasih insani, dan berujung pada sikap pluralis dalam segi tindakan-tindakan kasih yang nyata yang menembus sekat-sekat perbedaan yang dibangun manusia.
Dalam terang karya Kristus ini, apa yang "eksklusif", "inklusif" dan "pluralis" dikelola secara sehat dan diletakkan dalam konteks yang tepat sehingga berujung pada damai sejahtera bagi banyak kalangan.
Kalau soal mengasihi, Kristus itu amat eksklusif. Bukan berarti kasih-Nya sempit, tetapi bagi Kristus, kasih itu jadi jalan hidup-Nya, bukan sekadar gaya hidup. Dia meng-exclude apa-apa yang menghalanginya untuk memberikan kasih. Ini tentu berbeda dengan kebanyakan orang yang menghidupi eksklusifitas dalam semangat merasa diri benar dan dengan cepat menghakimi orang lain secara subjektif, bahkan berakhir dalam kebencian kepada orang lain karena orang lain itu berbeda.
Kalau dalam lingkup mengasihi, Kristus itu amat inklusif. Sebab bagi-Nya kasih kepada yang ilahi itu harus menjelma dengan seimbang dan kreatif dalam kasih insani. Dia meng-include penerapan kasih kepada sesama sebagai bentuk kasih kepada Allah. Jadi inklusif ala Kristus itu, bukan berakhir dengan tidak memiliki pendirian yang kokoh dan mudah terbawa arus, atau menjadi permisif akan hal-hal yang harusnya tidak diberlakukan, tetapi menyadari dengan utuh bahwa semakin dekat seseorang dengan Tuhan-nya, seharusnya ia semakin mengasihi sesamanya.
Kalau dalam tindakan mengasihi, Kristus itu amat "pluralis". Maksudnya, keberagaman yang ada dan yang dijumpai-Nya menjadi sasaran empuk dalam menunjukkan kasih Bapa yang universal itu. Siapapun yang datang kepada-Nya atau didatangi-Nya, selagi membuka hati dan pikiran untuk memahami dengan utuh karya-Nya, pasti merasakan dampak kasih-Nya yang menembus sekat-sekat.
Oleh sebab itu saya ingin belajar menjadi orang yang "eksklusif", "inklusif" dan "pluralis" sekaligus! Ala Kristus tentunya.
Komentar
Posting Komentar