Khotbah pada Minggu 1 Adven disampaikan di GKI Halimun Jakarta, Minggu, 3 Desember 2023 dari bacaan Alkitab: Yesaya 64:1-9; Mazmur 80:1-7, 17-19; 1 Korintus 1:3-9; Markus 13:24-37 Adven atau lengkapnya Adventus adalah bahasa latin. Artinya kedatangan. Kita merayakan adven, kedatangan. Kedatangan Tuhan Yesus kembali pada akhir zaman. Nanti akan tiba saatnya, Tuhan Yesus akan memeriksa keseriusan hidup kita yang sudah diselamatkan dari cengkeraman kuasa dosa. Tuhan Yesus akan memimpin dunia ini dengan menghadirkan Langit yang baru dan Bumi yang baru . Yerusalem baru . Dunia di mana kuasa-kuasa dunia yang jahat, yang dilambangkan seperti benda-benda langit akan kalah dengan kuasa kebaikan Kristus. Maka pesan penting dari minggu-minggu adven adalah, kalau diungkapkan dengan pertanyaan untuk diri sendiri:“ "Apakah aku serius dengan imanku?”" Apakah aku serius ikut Tuhan Yesus?” “Apakah hidupku mau dibuat menjadi baru karena kuasa Roh Kudus sesuai kehendak kas...
Intisari dari penulisan Injil Yohanes dapat kita temukan dalam pasal 20 ayat 31 demikian: “tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” Penulis Injil Yohanes mengajak kita semua pembacanya, untuk menerima dan mengakui dengan pikiran dan hati kita bahwa kita memiliki Pemimpin Hidup, Juruselamat, yang akan menjadikan hidup kita tidak sia-sia.
Ada undangan-undangan iman yang terselubung dalam karya kasih Tuhan Yesus yang terdapat pada beberapa kisah di Injil Yohanes yang tidak ada dicatat di Injil lainnya. Dalam Injil Yohanes, Allah menunjukkan bagaimana Ia sedang memperbarui dunia ini melalui pembaruan pribadi-pribadi yang dikerjakan Tuhan Yesus Kristus dalam kuasa Roh Kudus. Percakapan dengan Nikodemus, percakapan dengan perempuan di tepi sumur, kisah Maria dan Marta, ini adalah beberapa contoh kisah yang mengundang kita pembacanya untuk mengimani Kristus dan mau melangkah bersama kasih-Nya dalam hidup kita sehari-hari.
Dari semua Injil-Injil yang ada, Injil Yohanes menggunakan kematian Kristus sebagai tema utama yang menjadi dasar paparan kisah-kisah lainnya dalam Injil ini.
Pada bagian awal kita membaca pengungkapan identitas Yesus oleh Yohanes Pembaptis dalam pasal 1:29, “Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: "Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.”
Jika di dalam Perjanjian Lama, anak domba biasa yang tidak bercacat cela menjadi wujud pemberian diri dan ungkapan kasih kepada Allah yang dilakukan umat dalam ritus persembahan penebusan dosa, maka di dalam perjanjian yang baru, Allah sendiri menegaskan bahwa sedari dahulu Ia tetap Allah yang sama. Allah yang adalah kasih. Allah tidak menuntut manusia untuk menjadi baik kembali secara ritualistis dan terpaksa. Allah karena kasih-Nya yang tulus, ingin manusia menjadi baik kembali dengan kesadaran yang tulus juga.
Maka Allah sendiri berkenan menolong dan berjalan dengan manusia yang membutuhkan pertolongan itu dengan menunjukkan kasih yang memberi. Allah memberikan diri-Nya sendiri melalui kehadiran Roh dan Hikmat-Nya dalam karya pribadi yang disebut Mesias/ Kristus/ “Yang Diurapi” yang telah diberitakan sebelumnya dalam beberapa bagian kitab-kitab di Perjanjian Lama.
Mesias/ Kristus itu akan memimpin umat yang dikasihi-Nya keluar dari kegelapan yang sedang menghancurkan dunia ini (Yohanes pasal 1 dan Yohanes 3:16). Oleh sebab itu, jika Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa Yesus itu adalah Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia di pasal 1:29, ini adalah pengakuan Yohanes bahwa sudah tiba zaman pemenuhan janji Allah, di mana Allah turun tangan langsung untuk memimpin melalui kehadiran Anak-Nya, Kristus, Dia bukan sekadar menunjukkan jalan, tetapi menjadi jalan, supaya setiap orang sadar akan kebenaran yang menghasilkan kehidupan, yaitu keadilan yang dilakukan dengan kasih.
Inilah yang membedakan Kerajaan Allah dengan kerajaan dunia atau pola-pola sosial dunia pada umumnya. Yaitu di dalam Kerajaan Allah, keadilan itu bukan dalam pemahaman semua dapat sama rata saja. Tetapi keadilan ialah pada saat yang punya 5 memberikan semuanya jika itu dapat menolong 10 orang yang membutuhkan. Dan untuk tiba pada tindakan itu, kasih yang berkorban adalah keharusan. Hasil akhirnya? Kebenaran yang akan membuat dunia ini pulih dari “sakit” dosa.
Jika dahulu kuasa kegelapan dan kejahatan menipu manusia dengan kebenaran palsu yang mengatakan bahwa manusia dapat menjadi sama seperti Allah dengan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat, maka melalui Kristus manusia disadarkan bahwa kebenaran sejati ialah bahwa kita ini adalah ciptaan saja dan sebagai ciptaan kita mesti tunduk pada hukum kasih Allah jika kita ingin hidup dalam damai sejahtera. Kristus memperlihatkan dengan jelas jalan kepada kebenaran ini. Dalam sebuah pernyataan dapat diungkapkan begini: “Hiduplah dengan kasih yang memberi, itulah yang akan membuat manusia kembali ke Firdaus. Itulah yang akan membuat kita hidup dalam langit yang baru dan bumi yang baru.”
Jadi sungguh tepat tema kita kali ini: “Cinta yang tulus, jadikan aku yang kedua”. Saya menafsirkan ungkapan ini menjadi seperti doa kita kepada Allah melalui Roh Kudus karena mengimani Kristus dan karya-Nya bagi kita. Lengkapnya doanya begini: Ya Allah, Sang Cinta yang tulus, yang selalu menghendaki kami untuk tiba pada kebaikan-Mu, kami mau hidup dalam pimpinan kasih-Mu. Kami mau merendahkan hati kami demi perubahan hidup. Kami mau selalu berada dalam pemeliharaan-Mu.”
Rasanya ini juga yang ada dalam pikiran dan hati Yohanes Pembaptis. Secara usia, ia lebih tua dari Yesus sekira 6 bulan. Secara lingkungan, ia lahir dari keluarga Imam resmi, bernama Zakharia yang bertugas rutin di Bait Suci. Secara karier, ia punya pengikut dan begitu banyak orang mencari dan tergugah melalui karyanya. Tetapi saat berhadapan dengan Kristus, Yohanes Pembaptis, mengaku bahwa dia adalah “suara orang yang berseru-seru di padang gurun seperti yang diungkapkan oleh nabi Yesaya.”
Dia menyatakan dirinya sebagai suara yang mengundang orang untuk bersiap diri pada pola pikir spiritual yang baru untuk menerima keselamatan Allah. Itulah sebabnya Yohanes Pembaptis membaptiskan orang-orang Israel juga selain orang-orang non Israel. Biasanya ritus pembaptisan itu adalah untuk orang non Israel yang ingin mengimani Allah Israel. Tetapi Yohanes membaptiskan juga orang-orang Israel, sebab dia, mengingat peristiwa kelahirannya yang ajaib juga, sudah mendapatkan anugerah Allah untuk membuka jalan baru bagi orang Israel untuk masuk dalam perjanjian yang baru yang dihadirkan Allah melalui Yesus Sang Kristus, Anak Allah.
Karya Yohanes Pembaptis memang membingungkan tradisi spiritual yang kaku dan turun temurun tanpa makna. Itulah sebabnya para Imam dan orang Lewi, mereka yang adalah para “profesional rohani” dari Yerusalem, kota suci, kota pemerintahan, pergi menyidik sebuah gerakan baru dari Yohanes Pembaptis yang tidak biasa itu.
Dia menyatakan dirinya sebagai suara yang mengundang orang untuk bersiap diri pada pola pikir spiritual yang baru untuk menerima keselamatan Allah. Itulah sebabnya Yohanes Pembaptis membaptiskan orang-orang Israel juga selain orang-orang non Israel. Biasanya ritus pembaptisan itu adalah untuk orang non Israel yang ingin mengimani Allah Israel. Tetapi Yohanes membaptiskan juga orang-orang Israel, sebab dia, mengingat peristiwa kelahirannya yang ajaib juga, sudah mendapatkan anugerah Allah untuk membuka jalan baru bagi orang Israel untuk masuk dalam perjanjian yang baru yang dihadirkan Allah melalui Yesus Sang Kristus, Anak Allah.
Karya Yohanes Pembaptis memang membingungkan tradisi spiritual yang kaku dan turun temurun tanpa makna. Itulah sebabnya para Imam dan orang Lewi, mereka yang adalah para “profesional rohani” dari Yerusalem, kota suci, kota pemerintahan, pergi menyidik sebuah gerakan baru dari Yohanes Pembaptis yang tidak biasa itu.
Berikut kutipan Yohanes 1:19-23
1:19Dan inilah kesaksian Yohanes ketika orang Yahudi dari Yerusalem mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi kepadanya untuk menanyakan dia: "Siapakah engkau?"
1:20Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: "Aku bukan Mesias."
1:21Lalu mereka bertanya kepadanya: "Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?" Dan ia menjawab: "Bukan!" "Engkaukah nabi yang akan datang?" Dan ia menjawab: "Bukan!"
1:22Maka kata mereka kepadanya: "Siapakah engkau? Sebab kami harus memberi jawab kepada mereka yang mengutus kami. Apakah katamu tentang dirimu sendiri?"
1:23Jawabnya: "Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya."
Ungkapan “padang gurun” yang disinggung Yohanes Pembaptis semestinya membuat “para profesional rohani” dari Yerusalem itu ingat perjalanan nenek moyang mereka menuju Kanaan. Ingat tentang hukum kasih Allah yang diberikan di Sinai. Ingat akan perjuangan Elia membersihkan Israel dari mental penyembahan berhala di zaman Ahab. Ingat bahwa sejatinya kehidupan rohani itu adalah ziarah spiritual yang tidak boleh tinggal tetap semata-mata pada ruang tradisi iman, bangunan ibadah dan tata cara ritual liturgis belaka.
Dalam imajinasi saya, maka saya akan membahasakan jawaban Yohanes kepada para penyidiknya begini: “Kawanku, sebagaimana nabi Yesaya terus mengajak nenek moyang kita untuk melangkah dalam kebaruan hidup karena anugerah Allah, aku sekarang ini sedang menggaungkan suara yang sama. Sekarang ini pembaruan sedang dimulai, dan aku bukan tokoh utamanya.”
Pada masa adven ini, saat membaca kembali kisah Yohanes Pembaptis ini, ingatan kita dibawa kembali pada kesadaran spiritual yang penting sebagai orang-orang yang sedang diperbarui Allah melalui Roh Kudus setelah mengakui Kristus sebagai Raja hidup kita, yaitu:
Kita semua ini dapat hidup yang baru karena cinta kasih Allah yang tulus melalui Kristus dalam kuasa Roh Kudus. Allah mau menjadi sama seperti kita demi kebaikan kita, tanpa menuntut ini dan itu. Melalui karya kematian Kristus, kita sadar bahwa Allah mau menjadi “yang kedua” setelah kita” dalam pemaknaan mengosongkan diri-Nya, demi keselamatan kita. Kristus menjadi “Anak domba Allah” demi kita. Maka bersediakah kita juga menjadikan cara-Nya mengasihi menjadi cara kita juga dalam mengasihi-Nya dan sesama ciptaan?
Kita harus mewaspadai “ruang nyaman rohani” yang mungkin terbangun dalam hidup beriman. Sebab acapkali itu membuat kita malah tidak mau diajak Allah untuk menjadi baru. Allah mengutus hamba-hamba-Nya untuk mengingatkan kita supaya “terus berziarah”, memeriksa diri, mengoreksi diri, merendahkan hati untuk selalu menyambut pengajaran Kristus yang memperbaiki hidup kita. Bersediakah kita menyambut para hamba Allah yang membuat kita semakin dekat pada pengajaran kasih Kristus?
Dalam hormat dan penghambaan kita kepada Kristus yang sedang membarui hidup kita, yang sudah mengasihi kita dengan cinta yang tulus itu, maka kita juga diundang untuk ikut serta menyuarakan karya-karya perbaikan hidup dalam “padang gurun dunia” ini. Pengajaran Kristus harus semakin dikenal dan memengaruhi kehidupan banyak orang. Maukah kita mulai dari diri kita, lalu bersama-sama dengan orang-orang sehati yang dengan kita, tetap bersuara supaya tindakan-tindakan perubahan hidup menjadi nyata, demi kemuliaan Allah?
(Disampaikan pada acara Temu Sapa dan Sabda GKI Layur & Bajem Grandwisata, 1 Desember 2021)
1:19Dan inilah kesaksian Yohanes ketika orang Yahudi dari Yerusalem mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi kepadanya untuk menanyakan dia: "Siapakah engkau?"
1:20Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: "Aku bukan Mesias."
1:21Lalu mereka bertanya kepadanya: "Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?" Dan ia menjawab: "Bukan!" "Engkaukah nabi yang akan datang?" Dan ia menjawab: "Bukan!"
1:22Maka kata mereka kepadanya: "Siapakah engkau? Sebab kami harus memberi jawab kepada mereka yang mengutus kami. Apakah katamu tentang dirimu sendiri?"
1:23Jawabnya: "Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya."
Ungkapan “padang gurun” yang disinggung Yohanes Pembaptis semestinya membuat “para profesional rohani” dari Yerusalem itu ingat perjalanan nenek moyang mereka menuju Kanaan. Ingat tentang hukum kasih Allah yang diberikan di Sinai. Ingat akan perjuangan Elia membersihkan Israel dari mental penyembahan berhala di zaman Ahab. Ingat bahwa sejatinya kehidupan rohani itu adalah ziarah spiritual yang tidak boleh tinggal tetap semata-mata pada ruang tradisi iman, bangunan ibadah dan tata cara ritual liturgis belaka.
Dalam imajinasi saya, maka saya akan membahasakan jawaban Yohanes kepada para penyidiknya begini: “Kawanku, sebagaimana nabi Yesaya terus mengajak nenek moyang kita untuk melangkah dalam kebaruan hidup karena anugerah Allah, aku sekarang ini sedang menggaungkan suara yang sama. Sekarang ini pembaruan sedang dimulai, dan aku bukan tokoh utamanya.”
Pada masa adven ini, saat membaca kembali kisah Yohanes Pembaptis ini, ingatan kita dibawa kembali pada kesadaran spiritual yang penting sebagai orang-orang yang sedang diperbarui Allah melalui Roh Kudus setelah mengakui Kristus sebagai Raja hidup kita, yaitu:
Kita semua ini dapat hidup yang baru karena cinta kasih Allah yang tulus melalui Kristus dalam kuasa Roh Kudus. Allah mau menjadi sama seperti kita demi kebaikan kita, tanpa menuntut ini dan itu. Melalui karya kematian Kristus, kita sadar bahwa Allah mau menjadi “yang kedua” setelah kita” dalam pemaknaan mengosongkan diri-Nya, demi keselamatan kita. Kristus menjadi “Anak domba Allah” demi kita. Maka bersediakah kita juga menjadikan cara-Nya mengasihi menjadi cara kita juga dalam mengasihi-Nya dan sesama ciptaan?
Kita harus mewaspadai “ruang nyaman rohani” yang mungkin terbangun dalam hidup beriman. Sebab acapkali itu membuat kita malah tidak mau diajak Allah untuk menjadi baru. Allah mengutus hamba-hamba-Nya untuk mengingatkan kita supaya “terus berziarah”, memeriksa diri, mengoreksi diri, merendahkan hati untuk selalu menyambut pengajaran Kristus yang memperbaiki hidup kita. Bersediakah kita menyambut para hamba Allah yang membuat kita semakin dekat pada pengajaran kasih Kristus?
Dalam hormat dan penghambaan kita kepada Kristus yang sedang membarui hidup kita, yang sudah mengasihi kita dengan cinta yang tulus itu, maka kita juga diundang untuk ikut serta menyuarakan karya-karya perbaikan hidup dalam “padang gurun dunia” ini. Pengajaran Kristus harus semakin dikenal dan memengaruhi kehidupan banyak orang. Maukah kita mulai dari diri kita, lalu bersama-sama dengan orang-orang sehati yang dengan kita, tetap bersuara supaya tindakan-tindakan perubahan hidup menjadi nyata, demi kemuliaan Allah?
(Disampaikan pada acara Temu Sapa dan Sabda GKI Layur & Bajem Grandwisata, 1 Desember 2021)
Komentar
Posting Komentar