Khotbah pada Minggu 1 Adven disampaikan di GKI Halimun Jakarta, Minggu, 3 Desember 2023 dari bacaan Alkitab: Yesaya 64:1-9; Mazmur 80:1-7, 17-19; 1 Korintus 1:3-9; Markus 13:24-37 Adven atau lengkapnya Adventus adalah bahasa latin. Artinya kedatangan. Kita merayakan adven, kedatangan. Kedatangan Tuhan Yesus kembali pada akhir zaman. Nanti akan tiba saatnya, Tuhan Yesus akan memeriksa keseriusan hidup kita yang sudah diselamatkan dari cengkeraman kuasa dosa. Tuhan Yesus akan memimpin dunia ini dengan menghadirkan Langit yang baru dan Bumi yang baru . Yerusalem baru . Dunia di mana kuasa-kuasa dunia yang jahat, yang dilambangkan seperti benda-benda langit akan kalah dengan kuasa kebaikan Kristus. Maka pesan penting dari minggu-minggu adven adalah, kalau diungkapkan dengan pertanyaan untuk diri sendiri:“ "Apakah aku serius dengan imanku?”" Apakah aku serius ikut Tuhan Yesus?” “Apakah hidupku mau dibuat menjadi baru karena kuasa Roh Kudus sesuai kehendak kas...
![]() |
Courtesy of flickr.com |
Jakarta kian menjadi "melting pot of stress". Apa artinya? Pertemuan dari berbagai-bagai budaya, agama, tata nilai keluarga, status sosial, jenis pekerjaan dan banyak lagi yang lainnya di tambah dengan tekanan-tekanan massif yang tinggi akibat minimnya lapangan pekerjaan, budaya konsumtif yang tinggi, tata ruang kota yang buruk, bangkitnya radikalisme keagamaan, menjadikan masyarakat yang heterogen menjadi semakin homogen (seperti dalam wajan lelehan) dalam hal "stress".
Dalam keadaan stress lingkup sosial ini, akibat-akibat sampingan yang muncul amat tidak membantu upaya-upaya transaksi sosial keseharian yang sehat. Kriminalitas meningkat, eskalasi ketidakpedulian sosial dalam bentuk-bentuk pertikaian mulai dari lingkup keluarga, antar tetangga, sampai dalam taraf kepemimpinan politik dan kepemimpinan dalam bentuk lainnya menghasilkan karya kinerja melulu destruktif ketimbang progresif konstruktif.
Pola-pola tindakan etis yang dihasilkan orang yang stress jauh dari akal budi dan hati nurani yang sehat. Semua akan berujung pada ke-"aku"-an dan ke-"kami"-an. Pemerintah yang idealnya memiliki tahapan yang lebih maju untuk menyadari pola-pola demonik ini rupanya tidak punya cukup waktu untuk belajar karena sibuk memikirkan upaya-upaya mempertahanankan "kursi kepemimpinan", upaya bargain dan upaya "balik modal" paska terpilih.
Apa yang dapat dilakukan? Semua kembali kepada diri sendiri. Sejauh mana tantangan-tantangan penyebab stress sosial itu dapat disadari oleh diri sendiri untuk kemudian dengan pikiran yang jernih berani ambil resiko untuk meninggalkan ruang nyaman hidup dan memihak kepada keselarasan dengan "yang lain". Dalam kesadaran ini, tindakan etis tidak lagi berangkat dari apa yang saya, kami, butuhkan dan inginkan semata, tetapi apa yang saya, kami, dapat lakukan agar kamu, kita, kalian dapat nikmati dengan baik bersama-sama. Tentu bukan hanya itu saja, secara sosial tantangan yang ada seperti: minimnya lapangan pekerjaan, budaya konsumtif yang tinggi, tata ruang kota yang buruk, bangkitnya radikalisme keagamaan harus menjadi bagian dari proyek kepedulian pribadi juga. Sejauh mana keterlibatan pemberian solusi berangkat dari kinerja pribadi telah mengarah kepada jawaban terhadap tantangan-tantangan itu.
Komentar
Posting Komentar