Khotbah pada Minggu 1 Adven disampaikan di GKI Halimun Jakarta, Minggu, 3 Desember 2023 dari bacaan Alkitab: Yesaya 64:1-9; Mazmur 80:1-7, 17-19; 1 Korintus 1:3-9; Markus 13:24-37 Adven atau lengkapnya Adventus adalah bahasa latin. Artinya kedatangan. Kita merayakan adven, kedatangan. Kedatangan Tuhan Yesus kembali pada akhir zaman. Nanti akan tiba saatnya, Tuhan Yesus akan memeriksa keseriusan hidup kita yang sudah diselamatkan dari cengkeraman kuasa dosa. Tuhan Yesus akan memimpin dunia ini dengan menghadirkan Langit yang baru dan Bumi yang baru . Yerusalem baru . Dunia di mana kuasa-kuasa dunia yang jahat, yang dilambangkan seperti benda-benda langit akan kalah dengan kuasa kebaikan Kristus. Maka pesan penting dari minggu-minggu adven adalah, kalau diungkapkan dengan pertanyaan untuk diri sendiri:“ "Apakah aku serius dengan imanku?”" Apakah aku serius ikut Tuhan Yesus?” “Apakah hidupku mau dibuat menjadi baru karena kuasa Roh Kudus sesuai kehendak kas...
Pertengahan Oktober lalu saya mendapat SMS. Isinya adalah permohonan menyampaikan perenungan dari Alkitab dengan topik tertentu dalam kebaktian Siswa SMP di salah satu sekolah Kristen swasta di daerah Kelapa Gading, Jakarta. Karena beberapa kali telah mendapatkan SMS permohonan sejenis seperti itu, saya menyanggupinya dengan membalas SMS itu. Nama kecil pengirimnya adalah "Ibu L".
Hari "H" tiba. Menggunakan sepeda motor saya bergegas menunju ke lokasi yang dimaksud pagi itu. Tiba di aula tempat kebaktian berlangsung, dengan semangatnya saya menyalami guru-guru di sana dan menanyakan kepada mereka bagaimana saya dapat menghubungkan komputer jinjing saya dengan proyektor yang tersedia, sedianya mau menggunakan alat bantu dalam menyampaikan perenungan yang akan saya bawakan. Tetapi guru di sana terlihat bingung. "Bapak dihubungi oleh siapa ya pak?" Wah, saya merasakan gelagat yang tidak baik. Ini mesti keliru pikir saya. "Oleh ibu L". Tegas saya. "Oh, ibu L, sudah lama resign pak. "Coba saya hubungi ibu L", saya menanggapi. Tidak ada yang mengangkat. Pagi itu saya pamit kepada guru-guru di sana, karena rupanya, telah terjadi false alarm. Saya teledor karena tidak mengkonfirmasikan informasi yang disampaikan melalui SMS itu.
Komunikasi yang baik sejatinya dilakukan melalui tatap muka. Secanggih-canggihnya media komunikasi, tidak akan dapat menggantikan bahasa tubuh, mimik, dan kejelasan pesan yang disampaikan. Tetapi saya tetap bersyukur dengan false alarm itu. Saya belajar untuk semakin lebih bijaksana dalam menggunakan media komunikasi, khususnya via SMS.
Saat posting-an ini ditulis, sedang ramai-ramainya berita tentang penyedotan pulsa karena SMS Premium yang tidak jelas. Banyak yang dirugikan karenanya. Mereka yang terkena penyedotan pulsa itu, mungkin sama seperti saya, "merasa yakin" oleh untaian kata-kata pesan singkat itu dan cepat menyimpulkan tanpa memeriksa ulang keutuhan pesan atau bersedia mengkonfirmasikan kepada sang pengirim pesan. Tetapi toh saya tidak sampai mesti kehilangan pulsa saya. Mungkin hanya "kehilangan" sedikit waktu saja karena berkendara 2 jam-an dalam menembus kemacetan lalu lintas Jakarta pagi itu.
Nomor ibu "L" sendiri masih saya simpan. Saya enggan memperpanjang perkara false alarm ini. Tetapi melalui kejadian ini, saya menjadi lebih waspada akan false alarm berikutnya. Semoga anda juga. :)
Hari "H" tiba. Menggunakan sepeda motor saya bergegas menunju ke lokasi yang dimaksud pagi itu. Tiba di aula tempat kebaktian berlangsung, dengan semangatnya saya menyalami guru-guru di sana dan menanyakan kepada mereka bagaimana saya dapat menghubungkan komputer jinjing saya dengan proyektor yang tersedia, sedianya mau menggunakan alat bantu dalam menyampaikan perenungan yang akan saya bawakan. Tetapi guru di sana terlihat bingung. "Bapak dihubungi oleh siapa ya pak?" Wah, saya merasakan gelagat yang tidak baik. Ini mesti keliru pikir saya. "Oleh ibu L". Tegas saya. "Oh, ibu L, sudah lama resign pak. "Coba saya hubungi ibu L", saya menanggapi. Tidak ada yang mengangkat. Pagi itu saya pamit kepada guru-guru di sana, karena rupanya, telah terjadi false alarm. Saya teledor karena tidak mengkonfirmasikan informasi yang disampaikan melalui SMS itu.
Komunikasi yang baik sejatinya dilakukan melalui tatap muka. Secanggih-canggihnya media komunikasi, tidak akan dapat menggantikan bahasa tubuh, mimik, dan kejelasan pesan yang disampaikan. Tetapi saya tetap bersyukur dengan false alarm itu. Saya belajar untuk semakin lebih bijaksana dalam menggunakan media komunikasi, khususnya via SMS.
Saat posting-an ini ditulis, sedang ramai-ramainya berita tentang penyedotan pulsa karena SMS Premium yang tidak jelas. Banyak yang dirugikan karenanya. Mereka yang terkena penyedotan pulsa itu, mungkin sama seperti saya, "merasa yakin" oleh untaian kata-kata pesan singkat itu dan cepat menyimpulkan tanpa memeriksa ulang keutuhan pesan atau bersedia mengkonfirmasikan kepada sang pengirim pesan. Tetapi toh saya tidak sampai mesti kehilangan pulsa saya. Mungkin hanya "kehilangan" sedikit waktu saja karena berkendara 2 jam-an dalam menembus kemacetan lalu lintas Jakarta pagi itu.
Nomor ibu "L" sendiri masih saya simpan. Saya enggan memperpanjang perkara false alarm ini. Tetapi melalui kejadian ini, saya menjadi lebih waspada akan false alarm berikutnya. Semoga anda juga. :)
Komentar
Posting Komentar